“Your hot chocholate , Miss.” Suara
laki-laki yang sedikit mengagetkanku ditengah-tengah keasyikanku membaca novel, novel baru yang
kudapatkan dan beberapa hari ini menemaniku. Dia menggunakan bahasa Inggris,
berarti dia mengenaliku. Ya, memang aku sering
datang kesini, jadi beberapa karyawan disini sudah mengenalku. Mereka terkadang
menggunakan bahasa Inggris sederhana kepadaku, karena mereka tahu jika aku
bukanlah orang lokal. Berawal dari kekurang lancaranku dalam berbahasa Jerman
yang membuatku pada awalnya selalu menggunakan bahasa Inggris, ya, sama saja, tak
semua dari mereka paham dengan apa yang aku katakan. Tapi Alhamdulillah
seiring berjalannya waktu aku bisa menyesuaikan diri dengan keadaan dan bahasa
disini. Aku berpikir, kalau tak segera ku lancarkan bahasaku, pasti aku akan
sangat susah menerima semua mata kuliah dan juga berkomunikasi dengan orang lokal,
tak mungkin aku hanya membisu saja hidup di negara orang.
Bismillahirrahmanirrahim.
Hari itu, seperti hari Ahad biasanya perempuan itu berangkat ke tempat yang telah disetujui bersama rekan-rekannya. Pertemuan setiap pekan yang selalu dirindukannya. hari ini dia mengenakan gamis merah, khimar hitam, ransel hitam, dan sepatu sandal yang membuatnya tak berbeda dari hari-hari biasanya, style sehari-harinya jika keluar rumah. Dengan senyum merekah dia meninggalkan rumahnya dan menuju ketempat yang akan ditujunya.
Hari itu, seperti hari Ahad biasanya perempuan itu berangkat ke tempat yang telah disetujui bersama rekan-rekannya. Pertemuan setiap pekan yang selalu dirindukannya. hari ini dia mengenakan gamis merah, khimar hitam, ransel hitam, dan sepatu sandal yang membuatnya tak berbeda dari hari-hari biasanya, style sehari-harinya jika keluar rumah. Dengan senyum merekah dia meninggalkan rumahnya dan menuju ketempat yang akan ditujunya.
Masjid ditengah kota yang begitu ramai jama'ah menjadi tempatnya memarkirkan sepeda motor yang dikendarainya. Sambil celingukan mencari tempat parkir yang kosong dia melihat sosok seorang yang tak asing baginya. Senyum manis terindera oleh perempuan bergamis merah itu. Setelah si perempuan memastikan motornya telah terkunci dia melepas helmnya dan berjalan menemui seseorang yang ia lihat tadi. Dia melepas sepatu sandalnya dan naik ke teras masjid, mengucapkan salam, menyalaminya, dan bercipika-cipiki.
“Sek yo, nunggu Afifah, dia sek sholat.” Kata wanita yang ditemui perempuan bergamis merah itu.
“Iya mbak.”
Bismillahirrahmanirrahim.
Di tulisan pertama ini adalah tulisan lama yang bercerita mengenai
acara luar biasa yang sempat aku ikuti. Acara berlangsung tanggal 13 Februari 2018. Acara yang diselenggarakan oleh
salah satu komunitas di Malang, yaitu Akar Tuli. Acara dengan judul Syahadat
Isyarat Cinta-Nya merupakan acara “Deaf Rihla” yang pertama di
Indonesia. Pengisi acara kali ini adalah seorang pendiri sekolah muslim tuli,
Al-Ishara di United Kingdom (UK), pengusaha muslim tuli perusahaan layanan Jurbah
Tuli ‘Lingoing UK’ bernama Sadaqat Ali. Sejujurnya, ini adalah acara pertama
kali yang aku ikuti bersama dengan teman-teman deaf. Awalnya memang agak
bingung, karena dapat informasi mengenai acara ini sangat mendadak, sempat
hampir tidak bisa ikut karena kuota sudah penuh, tetapi dengan kebaikan hati
panitia akhirnya diijinkanlah ikut acara tersebut.